Artikel
Penulis:
Safril, S.Si.
Pendekatan alami dalam mengendalikan hama kini semakin diminati, seiring bertambahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat. Penggunaan pestisida kimia sintetis dalam pengendalian hama dan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terbukti membawa berbagai dampak buruk, baik terhadap kesehatan manusia maupun lingkungan sekitar. Selain itu, pemakaian berulang pestisida sintetis
Pendekatan alami dalam mengendalikan hama kini semakin diminati, seiring bertambahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat. Penggunaan pestisida kimia sintetis dalam pengendalian hama dan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terbukti membawa berbagai dampak buruk, baik terhadap kesehatan manusia maupun lingkungan sekitar. Selain itu, pemakaian berulang pestisida sintetis menyebabkan OPT menjadi resisten, sehingga proses pengendaliannya menjadi lebih sulit.
Sebagai solusi yang lebih ramah lingkungan, pemanfaatan musuh alami dalam mengontrol OPT pada tanaman pertanian menjadi salah satu metode yang aman dan berkelanjutan. Salah satu teknik yang bisa diterapkan adalah konservasi musuh alami, yaitu menjaga dan mempertahankan keberadaan musuh alami yang telah ada di suatu ekosistem pertanian. Konservasi ini umumnya dilakukan melalui pengelolaan habitat, misalnya dengan menanam jenis-jenis tanaman berbunga yang bisa menyediakan makanan, tempat tinggal, atau inang alternatif bagi musuh alami hama.
Tanaman refugia adalah salah satu jenis tumbuhan yang dibudidayakan khusus untuk mendukung keberadaan predator dan parasit alami dari hama. Tumbuhan ini memiliki berbagai manfaat, di antaranya sebagai sumber makanan bagi musuh alami sebelum hama muncul dalam jumlah besar di lahan pertanian. Dengan adanya tanaman berbunga yang berfungsi sebagai refugia, predator memiliki tempat berlindung serta akses terhadap makanan seperti madu, nektar, atau bahkan hama yang bersembunyi di tanaman tersebut. Hal ini membantu musuh alami dalam memangsa hama dengan lebih mudah dan efisien.
Sumber : Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia 2021
Manfaat Menanam Tanaman Refugia
Menanam tanaman refugia di lahan pertanian punya banyak keuntungan, di antaranya:
Menghemat biaya pengendalian hama. Tanaman refugia gampang dicari dan murah, jadi petani tidak perlu beli obat pembasmi hama yang mahal.
Membantu menjaga alam sekitar. Cara ini termasuk pengendalian hama yang ramah lingkungan, sesuai dengan prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Artinya, kita tidak hanya mengandalkan satu cara, tapi gabungan dari berbagai cara agar hasilnya maksimal dan tidak merusak alam.
Menjadi sumber makanan alami untuk musuh hama. Tanaman refugia bisa menghasilkan nektar, serbuk sari, atau embun madu yang disukai oleh serangga-serangga baik seperti lebah atau kumbang pemakan hama.
Tempat berteduh bagi musuh alami. Saat musim berganti atau cuaca ekstrem, serangga pemakan hama butuh tempat bersembunyi. Tanaman refugia bisa jadi tempat yang nyaman untuk mereka bertahan hidup.
Menyediakan tempat tinggal bagi serangga lain. Beberapa serangga baik butuh tempat untuk berkembang biak atau mencari mangsa. Tanaman yang berbunga dan punya warna menarik biasanya disukai oleh musuh alami hama seperti kumbang, semut, lebah, kupu-kupu, dan lainnya.
Syarat Penanaman Refugia
Syarat penanaman refugia antara lain:
1. tanaman memiliki bunga dan warna yang mencolok;
2. tanaman dengan regenerasi cepat dan berkelanjutan;
3. benih atau bibit mudah diperoleh;
4. mudah ditanam dan dapat ditumpang sarikan dengan tanaman pematang lain.
Contoh Tanaman Refugia
Beberapa jenis tanaman yang dapat digunakan
sebagai refugia antara lain: urang aring (Eclipta prostrate), kenikir (Cosmos caudatus), pacar air (Impatiens balsamina), kacang tanah (Hypogaea), babadotan (Ageratum conyzoides), ajeran (Bidens pilosa L.), bunga tahi ayam (Tagetes erecta), bunga legetan (Synedrella nodiflora), pegagan (Centella asiatica), rumput setaria (Setaria sp.), rumput kancing ungu (Borreria repens), kacang pentoi (Arachis pentoi), kubis (Brassica oleraceae L.), bunga matahari (Helianthus annuus L.), okra (Abelmoschus esculentus L.), basil (Ocimum bassilicum L.), terung (Solanum melongena), dan rumput sudan (Sorghum bicolor).
Cara Konservasi Tanaman Refugia di Lahan Perkebunan
Konservasi tanaman refugia adalah upaya mempertahankan dan memperbanyak keberadaan tumbuhan berbunga yang bermanfaat bagi musuh alami hama di sekitar lahan pertanian dan perkebunan. Berikut beberapa langkah penting yang bisa dilakukan di lapangan:
1. Pemilihan Jenis Tanaman Refugia yang Sesuai
Pilih tanaman berbunga yang mudah tumbuh, berbunga sepanjang musim, dan disukai oleh serangga musuh alami. Contoh tanaman refugia yang sering digunakan:
Kenikir (Cosmos caudatus)
Bunga kertas (Zinnia elegans)
Tapak dara (Catharanthus roseus)
Bunga matahari (Helianthus annuus)
Jengger ayam (Celosia sp.)
Sumber: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), 2020.
2. Penanaman Secara Teratur di Sekitar Perkebunan
Tanaman refugia sebaiknya ditanam di:
Tepi lahan atau batas kebun.
Petak-petak kecil di antara tanaman utama.
Pemecah kebun (sebagai pagar hidup atau pembatas blok tanaman).
Sumber: Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP), Kementerian Pertanian.
3. Pemeliharaan Rutin
Agar tanaman refugia tetap tumbuh baik:
Lakukan penyiraman dan pemupukan ringan.
Pangkas bunga yang sudah layu agar pertumbuhan tetap optimal.
Hindari penggunaan pestisida di sekitar refugia.
Sumber: Supriyadi, A. (2017). Konservasi Musuh Alami Melalui Penanaman Refugia. BBPOPT Jatisari.
4. Rotasi dan Penambahan Jenis Tanaman
Tanaman refugia tidak harus satu jenis. Kombinasi berbagai tanaman berbunga memperkaya keanekaragaman serangga baik dan meningkatkan ketahanan ekosistem. Sumber: Hasyim, A. & Widiarta, I.N. (2004). Konservasi Musuh Alami dengan Tanaman Bunga. Jurnal Pengendalian Hama Terpadu.
5. Monitoring dan Evaluasi Keberhasilan
Petani dan penyuluh perlu melakukan pengamatan rutin:
Apakah populasi musuh alami meningkat?
Apakah serangan hama menurun?
Apakah tanaman utama tumbuh lebih sehat?
Sumber: Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian RI.





