Artikel
Penulis:
Muhammad Yusuf, S.Si.
Kopi merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kopi juga salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Selain peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar kopi di dalam negeri masih cukup besar. Indonesia, sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, memiliki kekayaan varietas kopi yang luar biasa. Salah satunya adalah Kopi Robusta yang dihasilkan petani di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang secara turun-temurun dikenal dengan nama "Kopi Tolaki" dan saat ini sudah cukup dikenal oleh konsumen kopi lokal, Nasional bahkan internasional (Humas Kemenkum Sultra, 2025).
Kopi merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kopi juga salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Selain peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar kopi di dalam negeri masih cukup besar. Indonesia, sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, memiliki kekayaan varietas kopi yang luar biasa. Salah satunya adalah Kopi Robusta yang dihasilkan petani di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang secara turun-temurun dikenal dengan nama "Kopi Tolaki" dan saat ini sudah cukup dikenal oleh konsumen kopi lokal, Nasional bahkan internasional (Humas Kemenkum Sultra, 2025).
Produktivitas hingga kualitas pascapanen menjadi permasalahan dalam pengembangan kopi Robusta di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Permasalahan ini berdasarkan data tantangan dan peluang pengembangan komoditi perkebunan dari Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra. Permasalahan tersebut diantaranya terkait dengan produktivitas rendah baru mencapai 471 kilogram per hektare, ini sangat kecil dibanding rata-rata nasional sebesar 832 kilogram per hektare. Petani juga belum mampu menerapkan Good Good Agricultural Practices (GAP) dengan baik untuk pelaksanaannya mulai dari benih unggul, pengolahan, pupuk sampai hama dan penyakit. Selanjutnya, terkait serangan Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT), terutama karat daun, kutu putih dan penggerek buah kopi. Perubahan iklim (elnino, lanina). Penanganan pasca panen belum dilaksanakan dengan baik sehingga kualitas produk rendah (Redaksi, 2025).
A. Karakteristik Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) (Hypothenemus hampei Ferrari)
Hama penggerek buah kopi (PBKo), (Hypothenemus hampei Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae) merupakan hama utama yang paling merugikan pada perkebunan kopi di seluruh dunia (Johnson, dkk 2020). Keberadaan hama ini dapat menurunkan produksi dan kualitas hasil secara nyata karena menyebabkan banyak biji kopi berlubang. Kehilangan hasil dapat mencapai lebih dari 50% (Purba, dkk 2015).

• Telur kumbang Hypothenemus hampei bebentuk bulat, berwarna putih namun terlihat transparan (Gambar A). Telur Hypothenemus hampei pada umumnya berada di dalam buah kopi yang berwarna hijau dengan endosperm sudah mulai mengeras. Serangga betina mulai meletakkan telur yaitu pada buah kopi yang telah memiliki endosperm yang keras. masa inkubasi telur Hypothenemus hampei 5-9 hari, selanjutnya lama fase larva adalah 10- 26 hari.
• Larva bentuknya memanjang hampir oval, berwarna putih sampai krem dengan ukuran 1,3-1,5 mm, berwarna putih, kepala yang jelas dan tidak bertungkai. (Gambar B). Larva Hypothenemus hampei pada umumnya berada di dalam endosperm buah kopi yang telah mengeras yaitu pada buah mengkal dan buah masak. Larva Hypothenemus hampei akan menetas menjadi pupa, masa prapupa 2 hari dan fase pupa berlangsung selama 4-9 hari.
• Pupa Hypothenemus hampei berbentuk bulat memanjang dan berwarna putih dengan ukuran ±1,2 mm pupa H. hampei pada umumnya berada di dalam endosperm buah kopi yang telah mengeras yaitu pada buah mengkal dan buah masak.
• Hypothenemeus hampei pada fase dewasa berbentuk gemuk dan pendek, memiliki sayap depan diselimuti oleh duri-duri halus yang tersebar merata di seluruh sayap. Kepala kumbang Hypothenemus hampei dewasa berbentuk segitiga dengan tipe hypognatus (alat mulut mengarah ke bagian bawah) dan diselimuti oleh duri- duri halus sebagaimana yang terdapat pada sayap depan. Mata facet berbentuk seperti tapal kuda dan berwarna hitam. Terdapat sepasang antenna dengan ukuran panjang ± 0,4 mm (Gambar D) (Fintasari, dkk 2018).
B. Gejala Serangan Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) (Hypothenemus hampei Ferrari)

Hama PBKo (Hypothenemus hampei) menyebabkan kerusakan pada semua fase pertumbuhan buah seperti buah muda, mengkal dan masak. Serangan tersebut dapat menyebabkan kerontokan pada buah muda dan penurunan produksi pada buah yang mengkal serta masak. Ciri khas buah kopi yang terserang terlihat adanya bubuk disekitar lubang kecil pada buah kopi. Petani kopi mengungkapkan bahwa hama PBKo menyebabkan penurunan produksi serta kualitas biji menjadi rendah sehingga kerugian terjadi karena harga kopi menjadi lebih rendah. Petani kopi juga menyebutkan nama lain dari hama PBKo adalah hama “lubang jarum” karena hanya terlihat lubang kecil seukuran jarum pada buah kopi (Baidhawi, dkk 2023).
C. Cara Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) (Hypothenemus hampei Ferrari)
Pengendalian terpadu hama penggerek buah kopi dapat dilakukan dengan beberapa teknik pengendalian, antara lain:
Pengendalian mekanik, dapat dilakukan pada saat panen dengan memetik/memanen buah secara maksimal tanpa ada yang tertinggal di tanaman serta mengumpulkan buah yang jatuh. Sedangkan apabila belum saatnya panen maka dapat dilakukan dengan memetik buah yang terserang hama kemudian buah dijemur dibawah matahari sampai telur, larva, pupa maupun imago mati.
Pengendalian teknis, dapat dilakukan dengan pemupukan berkala sesuai dosis anjuran, pemangkasan penaung dan tanaman secara berkala untuk mengurangi kelembaban serta pengendalian gulma. Tanaman yang diberi pupuk dengan pupuk organik lebih tahan terhadap hama penggerek buah kopi dibandingkan yang diberi pupuk NPK.
Pengendalian biologi, dapat dilakukan dengan menggunakan parasitoid Prorops nasuta yang dapat menyerang telur, larva dan pupa; Cephalonomia stepanoderis yang menyerang larva dan pupa; Phymastichus coffea yang menyerang imago dan predator Karnyothrips flavipes memangsa telur dan larva hampei. Selain penggunaan parasitoid dan predator, pengendalian biologi dapat dilakukan dengan penggunaan jamur patogen (entomopatogen) seperti Beauveria bassiana dan Clonostachys rosea. Penggunaan jamur patogen (entomopatogen) Beauveria bassiana sangat mudah yaitu dengan cara memetik buah masak pertama yang terserang, dikumpulkan, dicampur dengan jamur B. bassiana dan dibiarkan selama satu malam, kumbangnya akan keluar dan dilepas sehingga dapat menularkan B. Bassiana kepada pasangannya di kebun. Pemakaian B. Bassiana dilakukan pada saat kulit tanduk buah sudah mengeras.
Pengendalian nabati, dengan menggunakan insektisida nabati yang terbuat dari bahan alami tumbuhan seperti daun nimba, sirih hutan, daun ramayana, tembakau dan babadotan.
Pengendalian kimia dengan bahan aktif landane dan endosulfan. Pengendalian kimia dilakukan bilamana serangan hama sudah melampaui batas ambang ekonomi yang artinya serangan sudah tinggi. Selama serangan belum melampaui batas ambang ekonomi maka pengendalian kimia harus dihindari, hal ini untuk mengurangi efek negatif bagi lingkungan (Setjen Pertanian.go.id, 2025).




