Berita

SIMBUNHORTI: Jejak Inovasi dari Ruang Birokrasi

SIMBUNHORTI: Jejak Inovasi dari Ruang Birokrasi

SIMBUNHORTI: Jejak Inovasi dari Ruang Birokrasi / Oleh: Dr. Arwin, S.P., M.Si

Inner Banner
Inner Banner
Inner Banner

Perkebunan dan hortikultura merupakan salah satu pilar penting pembangunan ekonomi Sulawesi Tenggara. Selain menopang kesejahteraan petani, sektor ini juga menyediakan berbagai komoditas strategis yang mendukung ketahanan pangan nasional. Namun, potensi besar tersebut belum sepenuhnya termanfaatkan. Beragam tantangan struktural masih membelit, seperti data yang tersebar dan sulit diakses, layanan publik yang lamban, koordinasi lintas sektor yang lemah, hingga terbatasnya akses petani terhadap informasi pasar maupun advokasi usaha. Situasi tersebut tidak hanya menghambat efisiensi birokrasi, tetapi juga mereduksi kepercayaan publik terhadap kualitas layanan pemerintah. Padahal, di era disrupsi digital, pengelolaan data dan pelayanan yang cepat, transparan, serta akuntabel bukan lagi sekadar tuntutan, melainkan kebutuhan dasar. Kesenjangan inilah yang mendorong lahirnya sebuah inovasi di Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara: Sistem Informasi Manajemen Perkebunan dan Hortikultura (SIMBUNHORTI). Inovasi ini digagas oleh Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Dr. Rusdin Jaya, S.IP., M.Si., yang melihat perlunya transformasi digital sebagai jawaban atas tantangan klasik sektor perkebunan-hortikultura. SIMBUNHORTI dirancang untuk mengintegrasikan data, memudahkan perizinan, mengawal pengendalian organisme pengganggu tanaman, hingga memperbaiki distribusi sarana produksi. Dengan satu pintu informasi, masyarakat terutama petani dapat mengakses data harga, pasar, hingga kesempatan pelatihan dengan lebih mudah. Sementara itu, pemerintah memiliki instrumen kuat untuk mengambil keputusan berbasis bukti (evidence-based policy). Inovasi ini sesungguhnya menandai langkah maju dalam transformasi digital birokrasi daerah. SIMBUNHORTI bukan sekadar aplikasi administratif, melainkan instrumen tata kelola yang mendorong transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas. Kehadiran sistem ini menunjukkan bahwa birokrasi daerah mampu berinovasi dan beradaptasi dengan tuntutan zaman, sekaligus membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pembangunan sektor perkebunan-hortikultura. Namun, tantangan tidak berhenti pada penciptaan aplikasi. Ada sejumlah prasyarat agar SIMBUNHORTI benar-benar memberi dampak nyata. Pertama, diperlukan konsistensi politik dan birokrasi dalam mengawal implementasinya. Tanpa dukungan kebijakan dan anggaran yang berkesinambungan, inovasi ini rawan berhenti sebagai proyek jangka pendek. Kedua, literasi digital para pemangku kepentingan terutama petani perlu diperkuat. Akses ke aplikasi tidak ada artinya bila pengguna di lapangan tidak terbiasa memanfaatkannya. Ketiga, integrasi lintas sektor menjadi kunci. Perkebunan dan hortikultura terkait erat dengan isu pangan, perdagangan, lingkungan, hingga riset dan inovasi. Karena itu, SIMBUNHORTI perlu diposisikan sebagai simpul data yang terhubung dengan berbagai sektor, bukan berdiri sendiri. Keempat, aspek keberlanjutan harus diperhitungkan sejak awal. Sistem digital yang baik tidak cukup hanya dibangun, tetapi juga harus dirawat, diperbarui, dan disesuaikan dengan dinamika kebutuhan masyarakat. Refleksi yang lebih luas adalah bahwa digitalisasi birokrasi di sektor perkebunan dan hortikultura tak hanya semata urusan teknologi, melainkan perubahan budaya kerja. Dibutuhkan komitmen untuk meninggalkan pola lama yang manual, lamban, dan tertutup, menuju tata kelola yang terbuka, kolaboratif, dan berorientasi pada layanan publik. Dengan kata lain, SIMBUNHORTI bisa menjadi pionir bagi terbangunnya kultur baru di birokrasi daerah, kultur yang responsif, transparan, dan berpihak pada petani. Inovasi yang lahir di Sulawesi Tenggara ini patut diapresiasi sebagai terobosan daerah dalam mendukung agenda nasional transformasi digital. Tetapi apresiasi saja tidak cukup. Yang lebih penting adalah menjadikannya bagian dari gerakan kolektif memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan daya saing komoditas perkebunan dan hortikultura, serta menyejahterakan petani sebagai aktor utama di lapangan. Akhirnya, SIMBUNHORTI adalah secercah harapan. Ia memberi gambaran bagaimana teknologi informasi dapat menjembatani jurang antara birokrasi dan masyarakat. Agar harapan ini menjadi kenyataan, kerja sama semua pihak mutlak diperlukan. Dengan begitu, sektor perkebunan dan hortikultura tidak hanya menjadi penopang ekonomi Sulawesi Tenggara, tetapi juga tonggak penting dalam membangun kedaulatan pangan dan kesejahteraan bangsa.



Ulasan ini sudah diposting oleh detiksultra.com

https://detiksultra.com/opini/simbunhorti-jejak-inovasi-dari-ruang-birokrasi/

Perkebunan dan hortikultura merupakan salah satu pilar penting pembangunan ekonomi Sulawesi Tenggara. Selain menopang kesejahteraan petani, sektor ini juga menyediakan berbagai komoditas strategis yang mendukung ketahanan pangan nasional. Namun, potensi besar tersebut belum sepenuhnya termanfaatkan. Beragam tantangan struktural masih membelit, seperti data yang tersebar dan sulit diakses, layanan publik yang lamban, koordinasi lintas sektor yang lemah, hingga terbatasnya akses petani terhadap informasi pasar maupun advokasi usaha. Situasi tersebut tidak hanya menghambat efisiensi birokrasi, tetapi juga mereduksi kepercayaan publik terhadap kualitas layanan pemerintah. Padahal, di era disrupsi digital, pengelolaan data dan pelayanan yang cepat, transparan, serta akuntabel bukan lagi sekadar tuntutan, melainkan kebutuhan dasar. Kesenjangan inilah yang mendorong lahirnya sebuah inovasi di Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara: Sistem Informasi Manajemen Perkebunan dan Hortikultura (SIMBUNHORTI). Inovasi ini digagas oleh Kepala Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Dr. Rusdin Jaya, S.IP., M.Si., yang melihat perlunya transformasi digital sebagai jawaban atas tantangan klasik sektor perkebunan-hortikultura. SIMBUNHORTI dirancang untuk mengintegrasikan data, memudahkan perizinan, mengawal pengendalian organisme pengganggu tanaman, hingga memperbaiki distribusi sarana produksi. Dengan satu pintu informasi, masyarakat terutama petani dapat mengakses data harga, pasar, hingga kesempatan pelatihan dengan lebih mudah. Sementara itu, pemerintah memiliki instrumen kuat untuk mengambil keputusan berbasis bukti (evidence-based policy). Inovasi ini sesungguhnya menandai langkah maju dalam transformasi digital birokrasi daerah. SIMBUNHORTI bukan sekadar aplikasi administratif, melainkan instrumen tata kelola yang mendorong transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas. Kehadiran sistem ini menunjukkan bahwa birokrasi daerah mampu berinovasi dan beradaptasi dengan tuntutan zaman, sekaligus membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pembangunan sektor perkebunan-hortikultura. Namun, tantangan tidak berhenti pada penciptaan aplikasi. Ada sejumlah prasyarat agar SIMBUNHORTI benar-benar memberi dampak nyata. Pertama, diperlukan konsistensi politik dan birokrasi dalam mengawal implementasinya. Tanpa dukungan kebijakan dan anggaran yang berkesinambungan, inovasi ini rawan berhenti sebagai proyek jangka pendek. Kedua, literasi digital para pemangku kepentingan terutama petani perlu diperkuat. Akses ke aplikasi tidak ada artinya bila pengguna di lapangan tidak terbiasa memanfaatkannya. Ketiga, integrasi lintas sektor menjadi kunci. Perkebunan dan hortikultura terkait erat dengan isu pangan, perdagangan, lingkungan, hingga riset dan inovasi. Karena itu, SIMBUNHORTI perlu diposisikan sebagai simpul data yang terhubung dengan berbagai sektor, bukan berdiri sendiri. Keempat, aspek keberlanjutan harus diperhitungkan sejak awal. Sistem digital yang baik tidak cukup hanya dibangun, tetapi juga harus dirawat, diperbarui, dan disesuaikan dengan dinamika kebutuhan masyarakat. Refleksi yang lebih luas adalah bahwa digitalisasi birokrasi di sektor perkebunan dan hortikultura tak hanya semata urusan teknologi, melainkan perubahan budaya kerja. Dibutuhkan komitmen untuk meninggalkan pola lama yang manual, lamban, dan tertutup, menuju tata kelola yang terbuka, kolaboratif, dan berorientasi pada layanan publik. Dengan kata lain, SIMBUNHORTI bisa menjadi pionir bagi terbangunnya kultur baru di birokrasi daerah, kultur yang responsif, transparan, dan berpihak pada petani. Inovasi yang lahir di Sulawesi Tenggara ini patut diapresiasi sebagai terobosan daerah dalam mendukung agenda nasional transformasi digital. Tetapi apresiasi saja tidak cukup. Yang lebih penting adalah menjadikannya bagian dari gerakan kolektif memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan daya saing komoditas perkebunan dan hortikultura, serta menyejahterakan petani sebagai aktor utama di lapangan. Akhirnya, SIMBUNHORTI adalah secercah harapan. Ia memberi gambaran bagaimana teknologi informasi dapat menjembatani jurang antara birokrasi dan masyarakat. Agar harapan ini menjadi kenyataan, kerja sama semua pihak mutlak diperlukan. Dengan begitu, sektor perkebunan dan hortikultura tidak hanya menjadi penopang ekonomi Sulawesi Tenggara, tetapi juga tonggak penting dalam membangun kedaulatan pangan dan kesejahteraan bangsa.



Ulasan ini sudah diposting oleh detiksultra.com

https://detiksultra.com/opini/simbunhorti-jejak-inovasi-dari-ruang-birokrasi/

Infomasi Terkait